BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam suatu lembaga pendidikan, keberhasilan proses belajar-mengajar dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik. Hasil belajar tersebut merupakan prestasi belajar peserta didik yang dapat diukur dari nilai siswa. Keberhasilan pembelajaran di sekolah akan terwujud dari keberhasilan belajar siswanya. Tidak semua siswa dapat mencapai keberhasilan belajar yang kompeten. Keberhasilan siswa dalam belajar dapat sebabkan oleh faktor dari dalam individu maupun dari luar individu. Faktor dari dalam individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat memberikan dukungan yang positif dalam belajar, namun dapat juga menghambat proses belajar. Hambatan-hambatan yang terjadi berdampak pada hasil belajar individu yang mengalami proses belajar tidak sesuai dengan yang diinginkan. Kesulitan yang sering dialami akan menjadi hambatan yang sangat berarti pada proses pembelajaran selanjutnya, karena dapat mengakibatkan prestasi belajar siswa rendah. Oleh karena itu guru diharapkan dapat mengetahui serta dapat mengatasi kesulitan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Permasalahan belajar seperti yang diungkapkan tersebut terjadi pada siswa di SMK Negeri 6 Kupang Kelas X Program Keahlihan Teknik Komputer Dan Jaringan. Hal ini ditunjukkan dengan pencapaian nilai pada penguasaan materi yang rendah, banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah 60. Hal ini tidak sesuai yang diharapkan oleh guru dan ketuntasan belajar. Anggapan tentang sulitnya belajar sering mendominasi pemikiran siswa sehingga banyak di antara mereka kurang berminat untuk mempelajari Materi padahal sebaliknya, materi materi Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Informasi (KKPI) adalah pelajaran yang menarik untuk dipelajari.
Berdasarkan observasi prapeneliti yang dilakukan di SMK N 6 Kupang pada bulan Agustus sampai September tahun 2011 dan wawancara dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, ketua program studi Teknik Komputer, guru mata diklat serta para siswa kelas 1 SMK N 6 Kupang, dan juga berdasarkan hasil pengamatan langsung di kelas. Permasalahan belajar siswa dapat dilihat pada saat siswa menerima materi pelajaran yang ditunjukkan dengan sikap kurang memperhatikan pembelajaran yang sedang berlangsung.
Berdasarkan pada permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul Analisis Kesulitan Belajar Siswa Kelas X Program Keahlian Teknik Komputer Dan Jaringan Pada SMK N 6 Kupang (Studi Kasus Pada Penguasaan Materi Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Infomasi).
Rumusan Masalah
Berdasarkan analisis situasi, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : faktor kesulitan belajar apakah yang paling dominan dialami oleh siswa kelas X program keahlihan teknik komputer dan jaringan pada SMK N 6 Kupang ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar apa yang paling dominan dialami oleh siswa Kelas X Program Keahlihan Teknik Komputer dan Jaringan pada SMK Negeri 6 Kupang tahun ajaran 2011/2012.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
Bagi Siswa
Dengan mengetahui faktor-faktor kesulitan belajar pada mata pelajaran Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Informasi, diharapkan siswa dapat berperan aktif dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar pada jenjang berikutnya.
Bagi guru
Penelitian ini dapat memberikan gambaran dan informasi tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa dalam memahami materi Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Informasi sehingga guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu” definisi ini memiliki pengertian bahwa adalah sebuah keinginan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha manusia untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhanya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga, dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu (Fudyartanto : 2002).
Secara umum pengertian belajar dapat di temukan berbagai kesamaan. Abdilla (2002), belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.
2.1.1 Hakikat Belajar
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kopetensi, keterampilan dan sikap. Belajar dimulai dari manusia lahir sampai akhir hayat. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakter penting untuk membedakan manusia dengan makluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun masyarakat. Bagi individu untuk belajar terus menerus akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi (Bell-Gredler, 1986).
Ciri Ciri Belajar
Ciri ciri umum dalam kkegiatan belajar yang dikemukakan oleh Aunurrahman (2009:38) adalah sebagai berikut :
Belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja
Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya
Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti dari belajar dapat di amati tingkah laku, yaitu ada perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan mengetahui ada tidaknya hasil belajar.
Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap dan tidak berubah – ubah. Tetapi perubahan tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup.
Perubahan tingkah laku tidah harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan tingkah laku tersebut bersifat potensial.
Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
Teori Belajar
Teori belajar yang tetap relawan ialah teori belajar yang ditetapkan oleh R. Gagne. Dalam masalah belajar Gagne memberikan dua definisi :
Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku
Belajar adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Lebih jauh menurut Gagne, belajar tidak merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah, akan tetapi akan terjadi dengan adanya kondisi kondisi tertentu, yaitu : (a) kondisi internal, antara lain menyangkut kesiapan peserta didik dan sesuatu yang telah dipelajari, (b) kondisi eksternal merupakan situasi belajar yang secara sengaja diatur oleh pendidik dengan tujuan memperlancar proses belajar (Aunurrahman 2009:47)
Kesulitan Belajar
Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional. Kelompok anak dengan Learning Dissability (LD) dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya.
Karakteristik Kesulitan Belajar
Terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar khusus, yaitu :
Sejarah kegagalan akademik berulang kali
Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
Kelainan motivasional
Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang
Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga
Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri.
Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap
Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan mental.
Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai
Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar.
Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
Darsono (2000:41) dalam bukunya Belajar dan Pembelajaran menyatakan terdapat beberapa jenis-jenis kesulitan belajar di antaranya :
Learning Disorder
Mengandung makna suatu proses belajar yang terganggu karena adanya respon-respon tertentu yang bertentangan atau tidak sesuai. Gejala semacam ini kemungkinan dialami oleh siswa yang kurang berminat terhadap suatu mata pelajaran tertentu, tetapi harus mempelajari karena tuntutan kurikulum.
Learning Disability
Kesulitan ini berupa ketidakmampuan belajar karena berbagai sebab. Siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil yang dicapai berada di bawah potensi intelektualnya. Penyebabnya beraneka ragam, mungkin akibat perhatian dan dorongan orang tua yang kurang mendukung atau masalah emosional dan mental.
Learning Disfunction
Gangguan belajar ini berupa gejala proses belajar yang tidak berfungsi dengan baik karena adanya gangguan syaraf otak sehingga terjadi gangguan pada salah satu tahap dalam proses belajarnya. Kondisi semacam ini mengganggu kelancaran proses belajar secara keseluruhan.
Slow Learner atau siswa lamban
Siswa semacam ini memperlihatkan gejala belajar lambat atau dapat dikatakan proses perkembangannya lambat. Siswa tidak mampu menyelesaikan pelajaran atau tugas-tugas belajar dalam batas waktu yang sudah ditetapkan. Mereka membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan sekelompok siswa lain yang normal.
Under Achiever
Siswa semacam ini memiliki hasrat belajar rendah di bawah potensi yang ada padanya. Kecerdasannya tergolong normal, tetapi karena sesuatu hal, proses belajarnya terganggu sehingga prestasi belajar yang diperolehnya tidak sesuai dengan kemampuan potensial yang dimilikinya.
Dengan mengetahui adanya jenis-jenis kesulitan belajar, guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan mampu mengenali kesulitan belajar yang dihadapi anak didiknya dan berupaya memberi bantuan seoptimal mungkin. Dengan demikian diharapkan siswa yang bermasalah dapat mengikuti kegiatan belajarmengajar dengan baik.
Faktor Faktor Kesulitan Belajar
Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004:77) “kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non telegensi”.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) yang terdiri dari :
Faktor fisiologis, meliputi kesehatan fisik dan cacat tubuh.
Faktor psikologis, meliputi intelegensi, bakat dan minat, motivasi, kebiasan belajar dan tipe belajar siswa.
Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa) yang terdiri dari :
Faktor lingkungan sekolah, meliputi guru, sarana dan prasarana, kondisi gedung, kurikulum, waktu sekolah, dan disiplin sekolah.
Faktor lingkungan keluarga, meliputi orang tua, suasana rumah, dan keadaan ekonomi keluarga.
Faktor lingkungan masyarakat (lingkungn sosial), meliputi media massa, teman bergaul, dan aktivitas siswa di masyarakat.
Faktor Internal Belajar
Faktor internal belajar merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor internal terdiri dari :
Faktor fisiologis
Faktor fisiologis meliputi :
Kesehatan fisik
Sehat berarti “dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya dan bebas dari penyakit” (Slameto 2003:54). Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu. Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin. Dengan kondisi tubuh yang sehat maka kegiatan belajar dapat berjalan dengan lancar. Indikator kesehatan fisik di antaranya dapat dilihat dari
Kehadiran
kehadiran siswa pada saat mengikuti pelajaran selama kurun waktu tertentu menunjukan bahwa siswa tersebut dalam keadaan sehat. Siswa yang selalu hadir tentunya tidak akan tertinggal materi pelajaran, dan pemahaman materi yang disampaikan oleh guru menyeluruh. Berbeda jika siswa tidak hadir karena sakit, lebih–lebih jika sakitnya lama sehingga dia tidak dapat masuk sekolah untuk beberapa hari, hal ini mengakibatkan ia tertinggal jauh dalam pelajarannya. Jadi kehadiran siswa dalam setiap pertemuan akan sangat berpengaruh terhadap belajar siswa.
Waktu Istirahat
Yang dimaksud dengan istirahat ialah “suatu keadaan yang menunjukan organ tubuh berfungsi secara normal tetapi tidak dipaksakan mendapat beban terus menerus, sehingga ia secara fisiologis dan psikis tubuhnya tetap memiliki kesegaran kembali untuk bekerja” (Ichsan 1988:117). Salah satu cara yang baik untuk istirahat adalah tidur. Kebutuhan tidur sangat penting dan setiap orang memiliki lama waktu yang berbeda-beda tergantung pada keadaan berat tidaknya bekerja serta usia.
Pada dasarnya kebutuhan istirahat merupakan cara untuk memelihara dan menjaga kondisi tubuh yang terlalu banyak melakukan aktivitas. Dengan waktu istirahat yang cukup diharapkan siswa memiliki kesegaran tubuh yang baru untuk melakukan berbagai kegiatan termasuk belajar.
Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah “sesuatu yang menyebabkan kurang sempurna mengenai tubuh” (Slameto 2003:55). Cacat tubuh dibedakan atas cacat tubuh ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan dan cacat tubuh yang tetap seperti buta, tuli, bisu (Slameto 2003:55). Keadaan cacat tubuh juga dapat mempengaruhi belajar anak. Siswa yang cacat biasanya belajarnya akan terganggu. Jika hal ini terjadi hendaknya bagi yang mempunyai cacat tetap belajar pada lembaga pendidikan khusus, sedangkan bagi yang mempunyai cacat ringan perlu adanya perhatian dan perlakuan yang khusus dari guru pada anak yang mempunyai cacat ringan. Indikator cacat tubuh di antaranya dapat dilihat dari:
Jarak pandang
Ukuran ketajaman penglihatan tiap-tiap orang berbeda-beda. “Seseorang yang penglihatannya normal (baik) mempunyai visus 20/20. Artinya dalam jarak 20 feet (6 meter) yang bersangkutan dapat melihat dengan baik simbol atau huruf pada kartu Snellen yang berukuran 20 feet atau 6 meter”. Apabila seseorang ketajaman penglihatannya kurang atau lebih dari 20 feet kemungkinan mereka mempunyai kelainan seperti para penderita rabun jauh, rabun dekat dan juling (Pradipto dan Suharto1977:9). Siswa ada yang merasa kesulitan melihat tulisan yang terlalu dekat, dan juga ada siswa yang kesulitan membaca tulisan yang terlalu jauh Kondisi siswa yang tidak sempurna ini dapat menjadi salah satu penyebab siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Posisi tempat duduk
Posisi tempat duduk bagi siswa yang mempunyai cacat tubuh ringan akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. “Bagi anak rabun jauh perlu ditempatkan pada meja paling depan dan bagi mereka yang rabun dekat harus duduk pada meja belakang agar mereka dapat melihat tulisan yang ada di papan tulis” (Ahmadi dan Supriyono 2004:80. Dengan cara ini diharapkan mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Dengan demikian cacat tubuh pada siswa terutama yang ringan membutuhkan perhatian khusus dari guru berkaitan dengan jarak pandang dan pengaturan posisi tempat duduk siswa.
Faktor psikologis
Faktor psikologis meliputi :
Intelegensi
Intelegensi adalah “kemampuan yang di bawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu” (Purwanto 2003:52). “Intelegensi mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah” (Slameto 2003:56). Walaupun begitu, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi adalah salah satu faktor di antara faktor yang lain. Jika faktor lain itu bersifat menghambat atau berpengaruh negatif terhadap belajar, akibatnya siswa gagal dalam belajarnya.
Bakat dan Minat
Bakat adalah “potensi-potensi yang dimiliki seseorang yang dibawa sejak lahir” (Tu’u 2004:83). Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang yang berbakat pada suatu mata pelajaran tertentu biasanya dapat dilihat dari kemampuan dan kelebihan yang dimilikinya. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa tidak sesuai dengan bakatnya, maka siswa cenderung cepat bosan, tidak senang bahkan tidak mau belajar sehingga nilainya rendah. Sebaliknya jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka siswa akan antusias belajar dengan giat sehingga nilai yang diperolehnya memuaskan.
Minat adalah “kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan” (Slameto 2003:57). Ada tidaknya minat terhadap sesuatu pelajaran dapat dilihat dari cara anak mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya catatan, dan konsentrasi anak. Kegiatan yang diminati seseorang, biasanya akan diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. Bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, mereka enggan untuk belajar karena tidak ada daya tarik baginya. Ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran yang disampaikan. Tidak adanya minat seseorang terhadap suatu pelajaran akan menimbulkan kesulitan belajar
Motivasi
Motivasi di dalam kegiatan belajar merupakan kekuatan yang dapat menjadi tenaga pendorong bagi siswa untuk mandayagunakan potensi potensi yang ada pada dirinyadan potensi diluar dirinya untuk mewujudkan tujuan belajar. Siswa yang memiliki motivasi dalam belajar akan nampak dalam kesungguhan untuk terlibat di dalam proses belajar antara lain nampak dalam keaktifan bertanya, mengemukakan pendapat, menyimpulkan pelajaran, membuat resume, mengerjakan latihan latihan dan evaluasi sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Siswa yang motivasinya lemah cenderung menampakkan sikap acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatian tidak tertuju pada pelajaran, suka menggangu, sering meninggalkan pelajaran yang mengakibatkan siswa mengalami kesulitan belajar (Aunurrahman, 2009:180).
Tipe-tipe belajar siswa
“Keberhasilan studi siswa dipengaruhi oleh cara belajar siswa. Cara belajar yang efisien memungkinkan mencapai prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara belajar yang tidak efisien” (Tu’u 2004:80). Setiap individu memiliki perbedaan satu sama lain. Begitu pula dalam hal belajar, setiap siswa mempunyai tipe-tipe belajar yang berbeda satu dengan lainnya. Kebiasaan siswa belajar berbeda satu sama lain. Ada siswa yang belajar rutin setiap hari, ada juga yang belajar jika hanya ada ujian atau ulangan saja. Setiap siswa juga berbeda porsi waktu yang digunakan untuk belajar, ada yang lama, dan ada pula yang hanya sebentar. Siswa yang tidak mempunyai kebiasaan belajar yang baik dan tidak teratur biasanya akan mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Kebiasaan belajar
Keberhasilan belajar adalah perilaku seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktifitas belajar yang dilakukannya. Ada beberapa bentuk perilaku yang menunjukkan kebiasaan tidak baik dalam belajar yang sering ditemui pada sejumlah siswa seperti belajar tidak teratur, daya tahan belajar rendah, belajar bilamana menjelang ujian atau ulangan, tidak terbiasa membuat ringkasan, sering menjiplak pekerjaan teman dan belajar dengan sistem “SKS” (Sistem Kebut Semalam). (Aunurrahman, 2009:184).
Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah segala faktor yang ada diluar diri siswa yang memberikan pengaruh terhadap aktifitas dan hasil belajar yang dicapai siswa (Aunurrahman, 2009:188). Faktor ekstern ini terdiri dari :
Faktor Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan berlangsung. Di sekolah diadakan kegiatan pendidikan, pembelajaran dan latihan. Di sekolah nilai-nilai etik, moral, mental, spiritual, perilaku, disiplin, ilmu pengetahuan dan ketrampilan ditumbuh kembangkan. Oleh karena itu, “sekolah menjadi wahana yang dominan bagi pengaruh dan pembentukan sikap, perilaku dan prestasi seorang siswa” (Tu’u 2004:18). Faktor lingkungan sekolah meliputi :
Guru
Guru adalah “tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik” (Djamarah dan Zain 2002:126). Dengan keilmuan yang dimilikinya, guru dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas. Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar. Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan guru ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas. Indikator guru di antaranya meliputi penguasaan materi, cara guru mengajar, metode penyampaian materi, frekuensi pemberian tugas kehadiran guru, kecepatan menjelaskan materi (Djamarah dan Zain 2002:126).
Sarana dan prasarana
Prasarana dan sarana pembelajaran merupakan faktor yang turut memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keadaan gedung sekolah dan ruang kelas yang tertata dengan rapi, ruang perpustakaan sekolah yang teratur, tersedianya fasilitas kelas dan laboratoeium, tersedianya buku buku pelajaran, media/alat bantu belajar merupakan komponen yang penting yang dapat mendukung kegiatan-kegiatan belajar siswa. Ketersediaan prasarana dan sarana pembelajaran berdampak terhadap terciptanya iklim pembelajaran yang lebih kondusif, terjadinya kemudahan-kemudahan bagi siswa untuk mendapatkan informasi dan sumber belajar yang pada gilirannya dapat mendorong berkembangnya motivasi untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. (Aunurrahman, 2009:195).
Kondisi gedung
“Sebuah ruang yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar harus memenuhi syarat kesehatan. Di antaranya ventilasi udara yang baik, sinar matahari dapat masuk, penerangan lampu yang cukup, ruang kelas yang luas, keadaan gedung kokoh dan jauh dari keramaian.” (Ahmadi dan Supriyono 2004:91). Apabila gedung sekolah dekat dengan keramaian, suasana ruang gelap, ruangan sempit, dan gedung rusak akan menjadikan situasi belajar yang kurang baik sehingga memungkinkan proses belajar mengajar menjadi terhambat. Indikator kondisi gedung di antaranya meliputi :
Luas ruang kelas
Kelas merupakan tempat dilaksanakannya proses belajar mengajar. Menurut ketentuan UNESCO idealnya satu orang siswa membutuhkan kurang lebih 1,2 meter persegi. Jadi luas ruang kelas hendaknya disesuaikan dengan jumlah siswa. Semakin banyak jumlah siswa tentunya memerlukan ruangan yang lebih luas. Keberadaan ruang kelas yang luas dimaksudkan agar jarak antar meja siswa tidak terlalu dekat dan siswa dapat bergerak dengan leluasa. Namun apabila ruang kelas sempit hal ini akan menganggu belajar siswa karena jarak antar meja terlalu sempit dan siswa tidak dapat bergerak dengan leluasa. Hampir sebagian besar waktu di sekolah dihabiskan di dalam kelas, apabila kelas tidak lagi nyaman hal ini dapat mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam belajar dan menyebabkan prestasi belajarnya turun.
Keadaan gedung sekolah
Gedung sekolah merupakan keseluruhan ruang yang ada di sekolah. Keadaan gedung sekolah dapat menunjang belajar anak tetapi dapat pula menghambat belajar anak. Keadaan gedung sekolah yang kokoh, kuat dan reprentatif dapat menunjang kegiatan belajar siswa. Tetapi bila keadaan gedung sekolah sudah tua, banyak yang rusak, banyak genting yang bocor, dan dinding pembatas antar kelas masih terbuat dari tripleks hal ini akan sangat menganggu kegiatan belajar mengajar. Siswa cemas apabila hujan turun, atau apabila ada angin kencang, dan kemungkinan apabila gedung roboh. Kondisi siswa yang tidak tenang dan penuh dengan kecemasan sangat tidak kondusif untuk belajar. Oleh karena itu keadaan gedung yang baik dan repsentatif akan sangat menunjang belajar anak. Dengan demikian agar siswa dapat belajar dengan baik perlu diperhatikan luas ruang kelas yang memadai dan keadaan gedung sekolah yang baik dan menunjang.
Kurikulum
Menurut Soetjipto dan Kosasi (2006: 148) “Kurikulum dapat diartikan secara luas dan sempit. Salam pengertian sempit kurikulum di artikan sebagai sejumlah pelajaran yang diberikan di sekolah; sedangkan dalam pengertian luas kurikulum adalah semua pengalaman belajar yang diberikan sekolah kepada siswa, selama mereka mengikuti pendidikan di sekolah tersebut”.
Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Kurikulum yang kurang baik itu misalnya komposisi materi yang terlalu padat, tidak seimbang, dan tingkat kesulitan di atas kemampuan siswa. Di sinilah peranan guru untuk menyampaikan materi dalam kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga akan membawa keberhasilan dalam belajar.
Waktu sekolah
Waktu sekolah ialah “waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi hari, siang, sore maupun malam hari” (Slameto 2003:68). Waktu sekolah dapat mempengaruhi belajar siswa. Jika terjadi siswa terpaksa masuk sekolah di siang hari sebenarnya kurang dapat dipertanggungjawabkan, dimana siswa seharusnya beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah hingga mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya. Demikian juga waktu sekolah yang terlalu lama, akan menyebabkan kondisi anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal untuk menerima pelajaran. Sebab energi sudah berkurang, di samping udara yang relatif panas akan menyebabkan siswa sulit untuk berkonsentrasi dan sulit dalam mengikuti pelajaran. Indikator waktu sekolah di adalah
Jam sekolah
Pada umumnya jam sekolah dimulai pukul 07.00 WIB, sedangkan untuk selesainya KBM masing-masing sekolah berbeda-beda. Idealnya jam belajar di sekolah yaitu antara 6 – 7 jam. Kegiatan KBM yang terlalu lama cenderung kurang efektif karena kondisi anak tidak lagi dalam keadaan optimal untuk menerima pelajaran karena badan siswa sudah lelah sehingga sulit untuk berkonsentrasi. Jumlah jam untuk kegiatan KBM yang cukup justru akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar siswa dari pada yang terlalu lama.
Disiplin Sekolah
Menurut Soegeng Prijodarminto dalam (Tu’u 2004:31) disiplin adalah “kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau ketertiban”. Disiplin sekolah apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik, konsekuen dan konsisten akan berdampak posistif bagi kehidupan dan perilaku siswa. Dengan kedisiplinan akan menciptakan keteraturan dan suasana belajar yang kondusif dan terencana. Pelaksanaan disiplin yang kurang, misalnya tidak adanya teguran atau sanksi bagi murid yang sering datang terlambat, tugas yang diberikan tidak dikerjakan, tidak patuh terhadap tata tertib sekolah akan menyebabkan siswa menjadi kurang terkontrol. Hal ini dapat mengakibatkan suasana belajar yang tidak kondusif sehingga siswa kurang optimal dalam belajarnya.
Faktor lingkungan Keluarga
Pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan seseorang adalah pengaruh keluarga. Hal ini disebabkan keluarga merupakan orang-orang terdekat bagi seorang anak. Banyak sekali kesempatan dan waktu bagi seorang anak untuk berjumpa dan berinteraksi dengan keluarga. Perjumpaan dan interaksi tersebut sudah pasti sangat besar pengaruhnya bagi perilaku dan prestasi seseorang. Faktor lingkungan keluarga meliputi :
Orang Tua
Dalam belajar anak membutuhkan bimbingan dari orang tua agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak. Orang tua yang sibuk pekerjaan, terlalu banyak anak yang diawasi, sibuk berorganisasi menyebabkan anak kurang mendapat bimbingan hingga menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya. Perhatian orang tua juga dibutuhkan oleh anak karena pada dasarnya anak membutuhkan kasih sayang dan penghargaan dari orang tua sebagai bentuk kecintaan orang tua kepada anaknya.
Suasana Rumah
Suasana rumah dimaksudkan “sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar” (Slameto 2003:63). Suasana rumah yang sangat ramai, menyebabkan anak terganggu konsentrasinya sehingga sukar untuk belajar. Hal ini dapat terjadi apabila di rumah terlalu banyak jumlah anggota keluarganya. Demikian juga suasana rumah yang selalu tegang, sering terjadi pertengkaran, selalu banyak cekcok di antara anggota keluarga akan mewarnai suasana keluarga yang melahirkan anak-anak yang tidak sehat mentalnya. Anak akan tidak tahan di rumah, akhirnya keluyuran di luar menghabiskan waktunya sehingga tidak mustahil kalau prestasi belajar menurun.
Keadaan Ekonomi Keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti alat tulis, buku-buku dan lain-lain. Keadaan ekonomi orang tua siswa yang kurang dengan penghasilan yang pas-pasan akan menghambat kemajuan belajar anak, sebab kebutuhan-kebutuhan dalam belajar banyak yang tidak terpenuhi. Uang bulanan sekolah menjadi beban berat bagi orang tua sehingga tidak jarang yang setiap bulannya banyak yang belum bisa membayar uang bulanan sekolah. Keadaan semacam ini menyebabkan anak menjadi tidak bersemangat, merasa rendah diri dan anak akan mengalami kesulitan dalam belajarnya. Indikator keadaan ekonomi keluarga di antaranya dapat dilihat dari :
Penghasilan orang tua
Penghasilan orang tua juga mempunyai pengaruh terhadap belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya misal makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis, dan buku-buku. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika penghasilan orang tua mencukupi. Akan tetapi bila penghasilan orang tua pas-pasan kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya belajar anak terganggu. Dampak lain dari penghasilan orang tua yang kurang mungkin anak terpaksa harus bekerja mencari nafkah membantu orang tua walaupun sebenarnya anak belum saatnya untuk bekerja, hal seperti ini juga dapat menganggu belajar anak.
Kemampuan membayar uang bulanan sekolah
Faktor biaya merupakan faktor yang sangat penting karena belajar dan kelangsungannya sangat memerlukan biaya. Biaya yang dikeluarkan salah satunya untuk membayar uang bulanan sekolah. Bagi keluarga yang mampu uang bulanan bukanlah menjadi persoalan yang besar, tetapi bagi keluarga yang kurang mampu hal itu terasa berat karena untuk kebutuhan sehari-hari saja kurang sehingga tidak jarang banyak orang tua yang menunggak dalam pembayaran uang bulanan sekolah.
Pemenuhan kebutuhan belajar
Kegiatan belajar sangat memerlukan pemenuhan untuk kelangsungannya. Keberadaan peralatan seperti pensil, balpoint, penghapus, penggaris, buku pelajaran, buku tulis, LKS dan lain-lain sangat membantu kelancaran belajar anak. Kurangnya alat-alat itu akan menghambat kemajuan belajar anak. Bagi keluarga yang ekonominya berkecukupan hampir seluruh kebutuhan belajar anak dipenuhi, akan tetapi bagi keluarga yang kurang mungkin hanya sebatas pemenuhan buku tulis dan alat tulis karena terbentur masalah keuangan. Apapun kondisi orang tua hendaknya berusaha memenuhi kebutuhan belajar anak meskipun hanya secara sederhana. Dengan demikian keadaan ekonomi keluarga yang dapat menunjang belajar siswa di antaranya penghasilan orang tua yang cukup, kemampuan orang tua dalam membayar uang sekolah dan pemehuhan kebutuhan belajar anak yang memadai.
Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor lingkungan masyarakat meliputi :
Media massa
Media massa meliputi televisi, majalah, novel, Play Station (PS) dan buku-buku komik yang ada di sekitar siswa. “Media massa yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya media massa yang jelek juga berpengaruh tidak baik bagi siswa” (Slameto 2003:70). Berbagai macam media massa yang ada di sekitar siswa akan menghambat belajar apabila anak terlalu banyak waktu yang dipergunakan untuk menonton televisi dan main PS hingga lupa akan tugasnya belajar. Begitu juga bila anak terlalu banyak membaca buku-buku komik, majalah, novel menyebabkan malas untuk membaca buku pelajaran. Indikator media massa di antaranya meliputi :
Waktu nonton TV
Saat ini televisi bukan lagi barang yang mewah, hampir tiap rumah memiliki televisi. Berbagai tayangan ditampilkan dari pagi hingga tengah malam, mulai dari berita, hiburan, olahraga, dan sebagainya. Anak yang waktunya banyak digunakan untuk menonton televisi akan berpengaruh pada belajarnya, dia lebih suka menonton televisi sampai larut malam dari pada untuk belajar. Apabila hal ini terjadi bukan tidak mungkin siswa mempunyai prestasi yang rendah karena tidak pernah belajar.
Waktu main Play Station (PS)
Seiring dengan perkembangan zaman banyak alat-alat permainan elektronik yang ditawarkan salah satunya Play Station (PS). Sampai saat ini PS begitu digemari tidak hanya kalangan anak-anak bahkan orang dewasa tidak mau kalah. PS sebagai salah satu bentuk hiburan boleh-boleh saja dimainkan tetapi hanya sebagai selingan di kala kita penat. Akan tetapi bila PS menjadi semacam kebutuhan dan rutinitas dimana anak rela berjam-jam duduk di depan televisi, hal ini sangat disayangkan. Dampaknya siswa menjadi malas belajar, lupa makan, lupa mandi, dan kegiatan-kegiatan lain yang jauh lebih penting. Alangkah baiknya bila waktu yang digunakan untuk PS digunakan untuk mengerjakan tugas, olahraga atau belajar.
Teman bergaul
Teman bergaul merupakan teman sepermainan anak baik di sekolah maupun di luar sekolah. Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. “Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri anak, begitu juga sebaliknya teman bergaul yang buruk akan berpengaruh tidak baik bagi anak” (Slameto 2003:71). Begitu pula dengan waktu bermain. Seorang anak yang waktunya banyak digunakan untuk bermain dengan teman-temannya akan menjadikan anak malas untuk belajar karena sudah capek. Kewajiban orang tua adalah mengontrol waktu bermain anak dan mengawasi pergaulannya. Indikator teman bergaul di antaranya dapat dilihat dari :
Pendidikan teman
Teman bergaul mempunyai pengaruh yang besar dan lebih cepat masuk ke dalam jiwa anak. Apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah, maka ia akan malas belajar sebab cara hidup anak yang bersekolah berlainan dengan anak yang bersekolah. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari pihak orang tua.
Waktu bermain
Pada dasarnya setiap anak tidak bisa lepas dari kegiatan yang bernama bermain, karena hal itu sudah menjadi naluri seorang anak. Waktu bermain dengan teman di luar sekolah rata-rata tiga sampai empat jam sehari. Apabila anak setiap hari waktunya lebih banyak digunakan untuk bermain dengan teman-temannya akan menjadikan dia malas untuk belajar karena kondisi tubuh sudah capek setelah bermain. Oleh karena itu pengawasan dan pengontrolan orang tua diperlukan agar anak tidak terlalu banyak waktunya untuk bermain, tetapi anak mampu membagi waktu kapan waktu bermain, kapan harus belajar dan kapan waktu mengerjakan PR. Dengan demikian agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik dan waktu bermain yang terkendali.
Aktivitas siswa dalam masyarakat
Aktivitas dan pengalaman organisasi sangat penting untuk diikuti oleh siswa. Hal itu akan melatih dan membiasakannya berhadapan dengan orang lain. Kegiatan siswa dalam masyarakat juga dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa terlalu banyak mengikuti organisasi di masyarakat, hal ini dapat mengganggu belajarnya, lebih-lebih jika siswa tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Dalam hal ini orang tua harus mengawasi, agar kegiatan di luar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya.
Kerangka Berpikir
Pada hakikatnya “belajar merupakan proses perubahan atau pembaharuan perilaku sebagai akibat dari akumulasi pengalaman yang diperoleh siswa. atau kecakapan” (Suyanto dan Nurhadi 2000:18). Untuk mencapainya siswa melakukan aktivitas belajar dengan cara dan kemampuan masing-masing. Pada dasarnya setiap siswa mempunyai potensi yang sama untuk mencapai prestasi belajar yang baik. Namun kenyataannya bahwa tidak semua siswa dapat memperoleh prestasi sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan masing-masing siswa memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelegensi, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, bakat dan minat, tipe belajar yang terkadang sangat mencolok antara siswa yang satu dengan yang lain.
Dalam proses belajar terkadang siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya. Kesulitan belajar siswa biasanya tampak dari rendahnya prestasi yang diperoleh. Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor dari dalam diri siswa (intern) dan faktor dari luar diri siswa (ekstern). Faktor dari dalam diri siswa di antaranya faktor kesehatan, cacat tubuh, intelegensi, bakat dan minat, motivasi, dan tipe belajar siswa. Sedangkan faktor dari luar diri siswa di antaranya dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Gambar 1. Kerangka Berpikir
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada SMA N 6 Kupang di kelas X Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) selama 2 bulan yaitu bulan November sampai Desember tahun ajaran 2011/2012.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi
Populasi merupakan “keseluruhan subjek penelitian” (Arikunto 2006 : 130). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X di SMK N 6 Kupang tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 215 siswa dan terdiri dari 8 kelas yaitu kelas X Multimedia (MM), Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), Administrasi Perkantoran, Akuntansi, Rekayasa Piranti Lunak (RPL)
Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti . Menurut Arikunto (2003: 125) “Jika jumlah subjek dalam populasi hanya meliputi antara 100 sampai 150 orang dan dalam pengumpulan data menggunakan angket, sebaiknya subjek sejumlah itu diambil seluruhnya”.
Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian dari seluruh siswa kelas X jurusan Teknik Komputer dan Jaringan maka diambil satu kelas sebagai sampel dalam penelitian dengan jumlah 36 siswa.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah random
sampling yaitu tiap-tiap individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel (Hadi, 1988: 223). Sedangkan cara untuk merandomisasi memakai cara ordinal, yaitu menyusun subyek dalam satu daftar dan mengambil mereka yang akan ditugaskan kedalam sampel.
Variabel Penelitian
Variabel adalah “ objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian” (Arikunto 2006 : 118). Variabel yang di gunakan dalam penelitian kesulitan belajar mata pelajaran Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Informasi (KKPI) adalah :
Faktor Internal (X1) dengan indikator :
Kesehatan fisik
Cacat tubuh
Inteligensi
Bakat dan minat
Motivasi
Tipe belajar siswa
Kebiasaan Belajar
Faktor Eksternal (X2) dengan indikator :
Lingkungan Sekolah dengan indikator :
Guru
Sarana dan Prasarana
Kondisi gedung
Kurikulum
Waktu sekolah
Disiplin Sekolah
Dari lingkungan keluarga dengan indikator :
Orang tua
Suasana rumah
Keadaan ekomoni keluarga
Dari lingkungan masyarakat dengan indikator :
Media masa
Teman Bergaul
Aktivitas siswa dalam mayarakat
Teknik pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data untuk proses penelitian (Arikunto 2006 :222). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
Angket atau kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal hal yang ia ketahui (Arikunto 2006 : 151)
Angket pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini berupa angket tertutup dimana jawabanya sudah tersedia, sehingga responden tinggal memilih alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Dokumentasi
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh nilai raport siswa kelas X TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) SMK N 6 Kupang
Uji Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto 2006 : 160). Uji instrumen dilaksanakan pada siswa kelas X TKJ (teknik komputer dan jaringan) di SMK N 6 Kupang sebanyak 36 orang kemudian di uji validitas dan reliabilitasnya
Validitas
validitas adalah “ suatu ukuran yang menunjukkan tingkat tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen ( Arikunto 2006:168). Dalam penelitian ini pengukuran validitas diukur dengan menggunakan bentuk metode statistik korelasi product moment yang di kemukakan oleh Pearson yaitu :
rxy= (N∑XY-(∑x)(∑y))/√({N∑▒〖X^2-(∑x^2 ){N∑▒〖Y^2-(∑y^2)}〗〗)
Keterangan
Rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dan y
N = Jumlah responden
∑X = Skor item angket
∑Y = Skor total angket
∑YX = jumlah perkalian antara skor item dengan skot tabel
∑X2 = jumlah kuadrat skor item
∑Y2 = jumlah kudrat skor total
Selanjutnya dalam rangka uji coba validitas instrument, angket dibagi kepada 36 siswa kelas X program keahlihan teknik komputer dan pemrograman.
Setelah diketahui nilai dari masing-masing koefisien yang berdasarkan faktor atau varibel tersebut, maka hasil perhitungan itu di konsultasikan dengan r Product Moment dari karl Pearson. Berdasarkan r tabel, maka untuk N = 36 dengan tarif kesalahan 5 %, nilai rtabel = 0,329 %.
Reliabilitas
Realibilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa “ sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik” (Arikunto 2006 : 176)
Salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode angket tertutup. Untuk itu metode yang tepat untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus alpha.
r_11=[k/((k-1) )][1- (∑σ_b^2)/(σ_t^2 )]
Keterangan :
r11 : rehabilitas instrumen
K : banyaknya pertanyaan
∑σ_b^2 : jumlah varian butir
σ_b^2 : varian total
Sedangkan rumus varian adalah :
Dan rumus varian total adalah
Harga r11 yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan harga kritik Produck Moment dengan ketentuan r11 > rtabel maka dapat dikatakan reliabel, dengan α=5%
Teknik Analisis Data
Analisis data diperlukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan penelitian sesuai dengan tujuan yang ditetapkan peneliti. Setelah data terkumpul lengkap, kemudian dianalisis. Sehingga akan menghasilkan kesimpulan yang dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya.
Ada 3 langkah yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian , yaitu : persiapan, tabulasi dan penetapan data terpercaya(Arikunto, 1999 : 170).
Pada tahap persiapan yang harus dilakukan adalah :
a. Mengecek kelengkapan indentitas responden
b. Mengecek kelengkapan data instrumen
c. Mengecek kelengkapan isian data
Pada tahap tabulasi yang harus dilakukan adalah :
1. Memberi skor padsa item-item angket
2. Mengubah jenis data dari kualitatif ke kuantitatif
3. Menghitung keseluruhan skor
Pada tahap penerapan data, terknik analisis yang digunakan adalah teknik
analisis deskriftif persentase. Teknik ini digunakan untuk mengetahui faktor-
faktor kesulitan belajar siswa dalam kompetensi Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Informasi(KKPI).
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1. Meneliti hasil isian apakah angket telah lengkap atau belum
2. Memberi skor masing-masing jawaban siswa.
3. Memasukkan penjumlahan skor berdasarkan kolom dan baris
4. Menetapkan kriteria ideal
5. Memasukkan jumlah skor tiap siswa kedalam rumus persentase
Rumus yang digunakan (menurut Suharsimi Arikunto, 1998 : 245) adalah :
% = n/N x 100%
Keterangan :
n = Skor observasi yang dicapai
N = Skor ideal
% = Tingkat persentase yang diperoleh
Penentuan kriteria skor dilakukan per sub variabel (Rahman, 1996 : 29) dengan patokan sebagai berikut:
Skor tertinggi (St) = 4 x ∑ item soal x N
Skor terendah(Sr) = 1 x ∑ item soal x N
Rentang skor = St – Sr = …
Interval = Rentang skor : 4 = …
% tertinggi = ( 4 : 4) x 100% = 100%
% terendah = (1 : 4) x 100% = 25%
Rentang skor = 100% - 25% = 75 %
Interval % = 75% : 4 = 18,75%
Tabel 1. Teknik analisis data
Rentang Persentase Kategori
……< Sekor < (st) 81,25% < Sekor < 100% Sangat Tidak menghambat ……< Sekor < …… 62,50% < Sekor < 81,25% Tidak Menghambat ……< Sekor < …… 43,75% < Sekor < 62,50% Menghambat (sr)< Sekor < …… 25% < sekor < 43,75% Sangat menghambat DAFTAR PUSTAKA Abdillah, Husin. (2002). Pengertian Belajar dari Berbagai Sumber. Online, tersedia : http://husniabdillah.multiply.com/journal/item/9 Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. rineka Cipta Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. 1998. Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta ................... 2002. Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta .................... 2006. Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Pontianak: Alfabeta Baharuddin, H & Wahyuni, E. Nur. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jokjakarta: AR-Ruzz Madia Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. Dimyati dan Mudjiono (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Fudyartanto, Ki RBS. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Jogjakarta: Global Pustaka Ilmu Ichsan, M. 1988. Pendidikan Kesehatan dan Olah Raga. Jakarta: Depdikbud. Kosasi, Raflis dan Soetjipto. 2006. Profesi Kegurua. Jakarta: Rineka Cipta Mardalis.2009. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta.PT. Bumi Aksara Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Soekamto, T & Winataputra U.S. 1997. Teori belajar & model – model pembelajaran. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud. Suyanto & Abbas, M.S. 2001. Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak bangsa. Yokyakarta: Adicipta Karya Nusa Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Ilmiah. Bandung. Alfabeta Surakhman, Winarno. Ed. 2004. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: PT. Tarsito Bandung. Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada perilaku dan prestasi siswa. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam suatu lembaga pendidikan, keberhasilan proses belajar-mengajar dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik. Hasil belajar tersebut merupakan prestasi belajar peserta didik yang dapat diukur dari nilai siswa. Keberhasilan pembelajaran di sekolah akan terwujud dari keberhasilan belajar siswanya. Tidak semua siswa dapat mencapai keberhasilan belajar yang kompeten. Keberhasilan siswa dalam belajar dapat sebabkan oleh faktor dari dalam individu maupun dari luar individu. Faktor dari dalam individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat memberikan dukungan yang positif dalam belajar, namun dapat juga menghambat proses belajar. Hambatan-hambatan yang terjadi berdampak pada hasil belajar individu yang mengalami proses belajar tidak sesuai dengan yang diinginkan. Kesulitan yang sering dialami akan menjadi hambatan yang sangat berarti pada proses pembelajaran selanjutnya, karena dapat mengakibatkan prestasi belajar siswa rendah. Oleh karena itu guru diharapkan dapat mengetahui serta dapat mengatasi kesulitan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Permasalahan belajar seperti yang diungkapkan tersebut terjadi pada siswa di SMK Negeri 6 Kupang Kelas X Program Keahlihan Teknik Komputer Dan Jaringan. Hal ini ditunjukkan dengan pencapaian nilai pada penguasaan materi yang rendah, banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah 60. Hal ini tidak sesuai yang diharapkan oleh guru dan ketuntasan belajar. Anggapan tentang sulitnya belajar sering mendominasi pemikiran siswa sehingga banyak di antara mereka kurang berminat untuk mempelajari Materi padahal sebaliknya, materi materi Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Informasi (KKPI) adalah pelajaran yang menarik untuk dipelajari.
Berdasarkan observasi prapeneliti yang dilakukan di SMK N 6 Kupang pada bulan Agustus sampai September tahun 2011 dan wawancara dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, ketua program studi Teknik Komputer, guru mata diklat serta para siswa kelas 1 SMK N 6 Kupang, dan juga berdasarkan hasil pengamatan langsung di kelas. Permasalahan belajar siswa dapat dilihat pada saat siswa menerima materi pelajaran yang ditunjukkan dengan sikap kurang memperhatikan pembelajaran yang sedang berlangsung.
Berdasarkan pada permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul Analisis Kesulitan Belajar Siswa Kelas X Program Keahlian Teknik Komputer Dan Jaringan Pada SMK N 6 Kupang (Studi Kasus Pada Penguasaan Materi Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Infomasi).
Rumusan Masalah
Berdasarkan analisis situasi, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : faktor kesulitan belajar apakah yang paling dominan dialami oleh siswa kelas X program keahlihan teknik komputer dan jaringan pada SMK N 6 Kupang ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar apa yang paling dominan dialami oleh siswa Kelas X Program Keahlihan Teknik Komputer dan Jaringan pada SMK Negeri 6 Kupang tahun ajaran 2011/2012.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
Bagi Siswa
Dengan mengetahui faktor-faktor kesulitan belajar pada mata pelajaran Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Informasi, diharapkan siswa dapat berperan aktif dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar pada jenjang berikutnya.
Bagi guru
Penelitian ini dapat memberikan gambaran dan informasi tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa dalam memahami materi Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Informasi sehingga guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu” definisi ini memiliki pengertian bahwa adalah sebuah keinginan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha manusia untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhanya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga, dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu (Fudyartanto : 2002).
Secara umum pengertian belajar dapat di temukan berbagai kesamaan. Abdilla (2002), belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.
2.1.1 Hakikat Belajar
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kopetensi, keterampilan dan sikap. Belajar dimulai dari manusia lahir sampai akhir hayat. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakter penting untuk membedakan manusia dengan makluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun masyarakat. Bagi individu untuk belajar terus menerus akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi (Bell-Gredler, 1986).
Ciri Ciri Belajar
Ciri ciri umum dalam kkegiatan belajar yang dikemukakan oleh Aunurrahman (2009:38) adalah sebagai berikut :
Belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja
Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya
Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti dari belajar dapat di amati tingkah laku, yaitu ada perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan mengetahui ada tidaknya hasil belajar.
Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap dan tidak berubah – ubah. Tetapi perubahan tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup.
Perubahan tingkah laku tidah harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan tingkah laku tersebut bersifat potensial.
Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
Teori Belajar
Teori belajar yang tetap relawan ialah teori belajar yang ditetapkan oleh R. Gagne. Dalam masalah belajar Gagne memberikan dua definisi :
Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku
Belajar adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Lebih jauh menurut Gagne, belajar tidak merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah, akan tetapi akan terjadi dengan adanya kondisi kondisi tertentu, yaitu : (a) kondisi internal, antara lain menyangkut kesiapan peserta didik dan sesuatu yang telah dipelajari, (b) kondisi eksternal merupakan situasi belajar yang secara sengaja diatur oleh pendidik dengan tujuan memperlancar proses belajar (Aunurrahman 2009:47)
Kesulitan Belajar
Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional. Kelompok anak dengan Learning Dissability (LD) dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya.
Karakteristik Kesulitan Belajar
Terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar khusus, yaitu :
Sejarah kegagalan akademik berulang kali
Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
Kelainan motivasional
Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang
Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga
Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri.
Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap
Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan mental.
Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai
Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar.
Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
Darsono (2000:41) dalam bukunya Belajar dan Pembelajaran menyatakan terdapat beberapa jenis-jenis kesulitan belajar di antaranya :
Learning Disorder
Mengandung makna suatu proses belajar yang terganggu karena adanya respon-respon tertentu yang bertentangan atau tidak sesuai. Gejala semacam ini kemungkinan dialami oleh siswa yang kurang berminat terhadap suatu mata pelajaran tertentu, tetapi harus mempelajari karena tuntutan kurikulum.
Learning Disability
Kesulitan ini berupa ketidakmampuan belajar karena berbagai sebab. Siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil yang dicapai berada di bawah potensi intelektualnya. Penyebabnya beraneka ragam, mungkin akibat perhatian dan dorongan orang tua yang kurang mendukung atau masalah emosional dan mental.
Learning Disfunction
Gangguan belajar ini berupa gejala proses belajar yang tidak berfungsi dengan baik karena adanya gangguan syaraf otak sehingga terjadi gangguan pada salah satu tahap dalam proses belajarnya. Kondisi semacam ini mengganggu kelancaran proses belajar secara keseluruhan.
Slow Learner atau siswa lamban
Siswa semacam ini memperlihatkan gejala belajar lambat atau dapat dikatakan proses perkembangannya lambat. Siswa tidak mampu menyelesaikan pelajaran atau tugas-tugas belajar dalam batas waktu yang sudah ditetapkan. Mereka membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan sekelompok siswa lain yang normal.
Under Achiever
Siswa semacam ini memiliki hasrat belajar rendah di bawah potensi yang ada padanya. Kecerdasannya tergolong normal, tetapi karena sesuatu hal, proses belajarnya terganggu sehingga prestasi belajar yang diperolehnya tidak sesuai dengan kemampuan potensial yang dimilikinya.
Dengan mengetahui adanya jenis-jenis kesulitan belajar, guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan mampu mengenali kesulitan belajar yang dihadapi anak didiknya dan berupaya memberi bantuan seoptimal mungkin. Dengan demikian diharapkan siswa yang bermasalah dapat mengikuti kegiatan belajarmengajar dengan baik.
Faktor Faktor Kesulitan Belajar
Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004:77) “kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non telegensi”.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) yang terdiri dari :
Faktor fisiologis, meliputi kesehatan fisik dan cacat tubuh.
Faktor psikologis, meliputi intelegensi, bakat dan minat, motivasi, kebiasan belajar dan tipe belajar siswa.
Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa) yang terdiri dari :
Faktor lingkungan sekolah, meliputi guru, sarana dan prasarana, kondisi gedung, kurikulum, waktu sekolah, dan disiplin sekolah.
Faktor lingkungan keluarga, meliputi orang tua, suasana rumah, dan keadaan ekonomi keluarga.
Faktor lingkungan masyarakat (lingkungn sosial), meliputi media massa, teman bergaul, dan aktivitas siswa di masyarakat.
Faktor Internal Belajar
Faktor internal belajar merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor internal terdiri dari :
Faktor fisiologis
Faktor fisiologis meliputi :
Kesehatan fisik
Sehat berarti “dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya dan bebas dari penyakit” (Slameto 2003:54). Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu. Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin. Dengan kondisi tubuh yang sehat maka kegiatan belajar dapat berjalan dengan lancar. Indikator kesehatan fisik di antaranya dapat dilihat dari
Kehadiran
kehadiran siswa pada saat mengikuti pelajaran selama kurun waktu tertentu menunjukan bahwa siswa tersebut dalam keadaan sehat. Siswa yang selalu hadir tentunya tidak akan tertinggal materi pelajaran, dan pemahaman materi yang disampaikan oleh guru menyeluruh. Berbeda jika siswa tidak hadir karena sakit, lebih–lebih jika sakitnya lama sehingga dia tidak dapat masuk sekolah untuk beberapa hari, hal ini mengakibatkan ia tertinggal jauh dalam pelajarannya. Jadi kehadiran siswa dalam setiap pertemuan akan sangat berpengaruh terhadap belajar siswa.
Waktu Istirahat
Yang dimaksud dengan istirahat ialah “suatu keadaan yang menunjukan organ tubuh berfungsi secara normal tetapi tidak dipaksakan mendapat beban terus menerus, sehingga ia secara fisiologis dan psikis tubuhnya tetap memiliki kesegaran kembali untuk bekerja” (Ichsan 1988:117). Salah satu cara yang baik untuk istirahat adalah tidur. Kebutuhan tidur sangat penting dan setiap orang memiliki lama waktu yang berbeda-beda tergantung pada keadaan berat tidaknya bekerja serta usia.
Pada dasarnya kebutuhan istirahat merupakan cara untuk memelihara dan menjaga kondisi tubuh yang terlalu banyak melakukan aktivitas. Dengan waktu istirahat yang cukup diharapkan siswa memiliki kesegaran tubuh yang baru untuk melakukan berbagai kegiatan termasuk belajar.
Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah “sesuatu yang menyebabkan kurang sempurna mengenai tubuh” (Slameto 2003:55). Cacat tubuh dibedakan atas cacat tubuh ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan dan cacat tubuh yang tetap seperti buta, tuli, bisu (Slameto 2003:55). Keadaan cacat tubuh juga dapat mempengaruhi belajar anak. Siswa yang cacat biasanya belajarnya akan terganggu. Jika hal ini terjadi hendaknya bagi yang mempunyai cacat tetap belajar pada lembaga pendidikan khusus, sedangkan bagi yang mempunyai cacat ringan perlu adanya perhatian dan perlakuan yang khusus dari guru pada anak yang mempunyai cacat ringan. Indikator cacat tubuh di antaranya dapat dilihat dari:
Jarak pandang
Ukuran ketajaman penglihatan tiap-tiap orang berbeda-beda. “Seseorang yang penglihatannya normal (baik) mempunyai visus 20/20. Artinya dalam jarak 20 feet (6 meter) yang bersangkutan dapat melihat dengan baik simbol atau huruf pada kartu Snellen yang berukuran 20 feet atau 6 meter”. Apabila seseorang ketajaman penglihatannya kurang atau lebih dari 20 feet kemungkinan mereka mempunyai kelainan seperti para penderita rabun jauh, rabun dekat dan juling (Pradipto dan Suharto1977:9). Siswa ada yang merasa kesulitan melihat tulisan yang terlalu dekat, dan juga ada siswa yang kesulitan membaca tulisan yang terlalu jauh Kondisi siswa yang tidak sempurna ini dapat menjadi salah satu penyebab siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Posisi tempat duduk
Posisi tempat duduk bagi siswa yang mempunyai cacat tubuh ringan akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. “Bagi anak rabun jauh perlu ditempatkan pada meja paling depan dan bagi mereka yang rabun dekat harus duduk pada meja belakang agar mereka dapat melihat tulisan yang ada di papan tulis” (Ahmadi dan Supriyono 2004:80. Dengan cara ini diharapkan mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Dengan demikian cacat tubuh pada siswa terutama yang ringan membutuhkan perhatian khusus dari guru berkaitan dengan jarak pandang dan pengaturan posisi tempat duduk siswa.
Faktor psikologis
Faktor psikologis meliputi :
Intelegensi
Intelegensi adalah “kemampuan yang di bawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu” (Purwanto 2003:52). “Intelegensi mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah” (Slameto 2003:56). Walaupun begitu, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi adalah salah satu faktor di antara faktor yang lain. Jika faktor lain itu bersifat menghambat atau berpengaruh negatif terhadap belajar, akibatnya siswa gagal dalam belajarnya.
Bakat dan Minat
Bakat adalah “potensi-potensi yang dimiliki seseorang yang dibawa sejak lahir” (Tu’u 2004:83). Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang yang berbakat pada suatu mata pelajaran tertentu biasanya dapat dilihat dari kemampuan dan kelebihan yang dimilikinya. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa tidak sesuai dengan bakatnya, maka siswa cenderung cepat bosan, tidak senang bahkan tidak mau belajar sehingga nilainya rendah. Sebaliknya jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka siswa akan antusias belajar dengan giat sehingga nilai yang diperolehnya memuaskan.
Minat adalah “kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan” (Slameto 2003:57). Ada tidaknya minat terhadap sesuatu pelajaran dapat dilihat dari cara anak mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya catatan, dan konsentrasi anak. Kegiatan yang diminati seseorang, biasanya akan diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. Bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, mereka enggan untuk belajar karena tidak ada daya tarik baginya. Ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran yang disampaikan. Tidak adanya minat seseorang terhadap suatu pelajaran akan menimbulkan kesulitan belajar
Motivasi
Motivasi di dalam kegiatan belajar merupakan kekuatan yang dapat menjadi tenaga pendorong bagi siswa untuk mandayagunakan potensi potensi yang ada pada dirinyadan potensi diluar dirinya untuk mewujudkan tujuan belajar. Siswa yang memiliki motivasi dalam belajar akan nampak dalam kesungguhan untuk terlibat di dalam proses belajar antara lain nampak dalam keaktifan bertanya, mengemukakan pendapat, menyimpulkan pelajaran, membuat resume, mengerjakan latihan latihan dan evaluasi sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Siswa yang motivasinya lemah cenderung menampakkan sikap acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatian tidak tertuju pada pelajaran, suka menggangu, sering meninggalkan pelajaran yang mengakibatkan siswa mengalami kesulitan belajar (Aunurrahman, 2009:180).
Tipe-tipe belajar siswa
“Keberhasilan studi siswa dipengaruhi oleh cara belajar siswa. Cara belajar yang efisien memungkinkan mencapai prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara belajar yang tidak efisien” (Tu’u 2004:80). Setiap individu memiliki perbedaan satu sama lain. Begitu pula dalam hal belajar, setiap siswa mempunyai tipe-tipe belajar yang berbeda satu dengan lainnya. Kebiasaan siswa belajar berbeda satu sama lain. Ada siswa yang belajar rutin setiap hari, ada juga yang belajar jika hanya ada ujian atau ulangan saja. Setiap siswa juga berbeda porsi waktu yang digunakan untuk belajar, ada yang lama, dan ada pula yang hanya sebentar. Siswa yang tidak mempunyai kebiasaan belajar yang baik dan tidak teratur biasanya akan mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Kebiasaan belajar
Keberhasilan belajar adalah perilaku seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktifitas belajar yang dilakukannya. Ada beberapa bentuk perilaku yang menunjukkan kebiasaan tidak baik dalam belajar yang sering ditemui pada sejumlah siswa seperti belajar tidak teratur, daya tahan belajar rendah, belajar bilamana menjelang ujian atau ulangan, tidak terbiasa membuat ringkasan, sering menjiplak pekerjaan teman dan belajar dengan sistem “SKS” (Sistem Kebut Semalam). (Aunurrahman, 2009:184).
Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah segala faktor yang ada diluar diri siswa yang memberikan pengaruh terhadap aktifitas dan hasil belajar yang dicapai siswa (Aunurrahman, 2009:188). Faktor ekstern ini terdiri dari :
Faktor Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan berlangsung. Di sekolah diadakan kegiatan pendidikan, pembelajaran dan latihan. Di sekolah nilai-nilai etik, moral, mental, spiritual, perilaku, disiplin, ilmu pengetahuan dan ketrampilan ditumbuh kembangkan. Oleh karena itu, “sekolah menjadi wahana yang dominan bagi pengaruh dan pembentukan sikap, perilaku dan prestasi seorang siswa” (Tu’u 2004:18). Faktor lingkungan sekolah meliputi :
Guru
Guru adalah “tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik” (Djamarah dan Zain 2002:126). Dengan keilmuan yang dimilikinya, guru dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas. Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar. Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan guru ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas. Indikator guru di antaranya meliputi penguasaan materi, cara guru mengajar, metode penyampaian materi, frekuensi pemberian tugas kehadiran guru, kecepatan menjelaskan materi (Djamarah dan Zain 2002:126).
Sarana dan prasarana
Prasarana dan sarana pembelajaran merupakan faktor yang turut memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keadaan gedung sekolah dan ruang kelas yang tertata dengan rapi, ruang perpustakaan sekolah yang teratur, tersedianya fasilitas kelas dan laboratoeium, tersedianya buku buku pelajaran, media/alat bantu belajar merupakan komponen yang penting yang dapat mendukung kegiatan-kegiatan belajar siswa. Ketersediaan prasarana dan sarana pembelajaran berdampak terhadap terciptanya iklim pembelajaran yang lebih kondusif, terjadinya kemudahan-kemudahan bagi siswa untuk mendapatkan informasi dan sumber belajar yang pada gilirannya dapat mendorong berkembangnya motivasi untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. (Aunurrahman, 2009:195).
Kondisi gedung
“Sebuah ruang yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar harus memenuhi syarat kesehatan. Di antaranya ventilasi udara yang baik, sinar matahari dapat masuk, penerangan lampu yang cukup, ruang kelas yang luas, keadaan gedung kokoh dan jauh dari keramaian.” (Ahmadi dan Supriyono 2004:91). Apabila gedung sekolah dekat dengan keramaian, suasana ruang gelap, ruangan sempit, dan gedung rusak akan menjadikan situasi belajar yang kurang baik sehingga memungkinkan proses belajar mengajar menjadi terhambat. Indikator kondisi gedung di antaranya meliputi :
Luas ruang kelas
Kelas merupakan tempat dilaksanakannya proses belajar mengajar. Menurut ketentuan UNESCO idealnya satu orang siswa membutuhkan kurang lebih 1,2 meter persegi. Jadi luas ruang kelas hendaknya disesuaikan dengan jumlah siswa. Semakin banyak jumlah siswa tentunya memerlukan ruangan yang lebih luas. Keberadaan ruang kelas yang luas dimaksudkan agar jarak antar meja siswa tidak terlalu dekat dan siswa dapat bergerak dengan leluasa. Namun apabila ruang kelas sempit hal ini akan menganggu belajar siswa karena jarak antar meja terlalu sempit dan siswa tidak dapat bergerak dengan leluasa. Hampir sebagian besar waktu di sekolah dihabiskan di dalam kelas, apabila kelas tidak lagi nyaman hal ini dapat mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam belajar dan menyebabkan prestasi belajarnya turun.
Keadaan gedung sekolah
Gedung sekolah merupakan keseluruhan ruang yang ada di sekolah. Keadaan gedung sekolah dapat menunjang belajar anak tetapi dapat pula menghambat belajar anak. Keadaan gedung sekolah yang kokoh, kuat dan reprentatif dapat menunjang kegiatan belajar siswa. Tetapi bila keadaan gedung sekolah sudah tua, banyak yang rusak, banyak genting yang bocor, dan dinding pembatas antar kelas masih terbuat dari tripleks hal ini akan sangat menganggu kegiatan belajar mengajar. Siswa cemas apabila hujan turun, atau apabila ada angin kencang, dan kemungkinan apabila gedung roboh. Kondisi siswa yang tidak tenang dan penuh dengan kecemasan sangat tidak kondusif untuk belajar. Oleh karena itu keadaan gedung yang baik dan repsentatif akan sangat menunjang belajar anak. Dengan demikian agar siswa dapat belajar dengan baik perlu diperhatikan luas ruang kelas yang memadai dan keadaan gedung sekolah yang baik dan menunjang.
Kurikulum
Menurut Soetjipto dan Kosasi (2006: 148) “Kurikulum dapat diartikan secara luas dan sempit. Salam pengertian sempit kurikulum di artikan sebagai sejumlah pelajaran yang diberikan di sekolah; sedangkan dalam pengertian luas kurikulum adalah semua pengalaman belajar yang diberikan sekolah kepada siswa, selama mereka mengikuti pendidikan di sekolah tersebut”.
Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Kurikulum yang kurang baik itu misalnya komposisi materi yang terlalu padat, tidak seimbang, dan tingkat kesulitan di atas kemampuan siswa. Di sinilah peranan guru untuk menyampaikan materi dalam kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga akan membawa keberhasilan dalam belajar.
Waktu sekolah
Waktu sekolah ialah “waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi hari, siang, sore maupun malam hari” (Slameto 2003:68). Waktu sekolah dapat mempengaruhi belajar siswa. Jika terjadi siswa terpaksa masuk sekolah di siang hari sebenarnya kurang dapat dipertanggungjawabkan, dimana siswa seharusnya beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah hingga mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya. Demikian juga waktu sekolah yang terlalu lama, akan menyebabkan kondisi anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal untuk menerima pelajaran. Sebab energi sudah berkurang, di samping udara yang relatif panas akan menyebabkan siswa sulit untuk berkonsentrasi dan sulit dalam mengikuti pelajaran. Indikator waktu sekolah di adalah
Jam sekolah
Pada umumnya jam sekolah dimulai pukul 07.00 WIB, sedangkan untuk selesainya KBM masing-masing sekolah berbeda-beda. Idealnya jam belajar di sekolah yaitu antara 6 – 7 jam. Kegiatan KBM yang terlalu lama cenderung kurang efektif karena kondisi anak tidak lagi dalam keadaan optimal untuk menerima pelajaran karena badan siswa sudah lelah sehingga sulit untuk berkonsentrasi. Jumlah jam untuk kegiatan KBM yang cukup justru akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar siswa dari pada yang terlalu lama.
Disiplin Sekolah
Menurut Soegeng Prijodarminto dalam (Tu’u 2004:31) disiplin adalah “kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau ketertiban”. Disiplin sekolah apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik, konsekuen dan konsisten akan berdampak posistif bagi kehidupan dan perilaku siswa. Dengan kedisiplinan akan menciptakan keteraturan dan suasana belajar yang kondusif dan terencana. Pelaksanaan disiplin yang kurang, misalnya tidak adanya teguran atau sanksi bagi murid yang sering datang terlambat, tugas yang diberikan tidak dikerjakan, tidak patuh terhadap tata tertib sekolah akan menyebabkan siswa menjadi kurang terkontrol. Hal ini dapat mengakibatkan suasana belajar yang tidak kondusif sehingga siswa kurang optimal dalam belajarnya.
Faktor lingkungan Keluarga
Pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan seseorang adalah pengaruh keluarga. Hal ini disebabkan keluarga merupakan orang-orang terdekat bagi seorang anak. Banyak sekali kesempatan dan waktu bagi seorang anak untuk berjumpa dan berinteraksi dengan keluarga. Perjumpaan dan interaksi tersebut sudah pasti sangat besar pengaruhnya bagi perilaku dan prestasi seseorang. Faktor lingkungan keluarga meliputi :
Orang Tua
Dalam belajar anak membutuhkan bimbingan dari orang tua agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak. Orang tua yang sibuk pekerjaan, terlalu banyak anak yang diawasi, sibuk berorganisasi menyebabkan anak kurang mendapat bimbingan hingga menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya. Perhatian orang tua juga dibutuhkan oleh anak karena pada dasarnya anak membutuhkan kasih sayang dan penghargaan dari orang tua sebagai bentuk kecintaan orang tua kepada anaknya.
Suasana Rumah
Suasana rumah dimaksudkan “sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar” (Slameto 2003:63). Suasana rumah yang sangat ramai, menyebabkan anak terganggu konsentrasinya sehingga sukar untuk belajar. Hal ini dapat terjadi apabila di rumah terlalu banyak jumlah anggota keluarganya. Demikian juga suasana rumah yang selalu tegang, sering terjadi pertengkaran, selalu banyak cekcok di antara anggota keluarga akan mewarnai suasana keluarga yang melahirkan anak-anak yang tidak sehat mentalnya. Anak akan tidak tahan di rumah, akhirnya keluyuran di luar menghabiskan waktunya sehingga tidak mustahil kalau prestasi belajar menurun.
Keadaan Ekonomi Keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti alat tulis, buku-buku dan lain-lain. Keadaan ekonomi orang tua siswa yang kurang dengan penghasilan yang pas-pasan akan menghambat kemajuan belajar anak, sebab kebutuhan-kebutuhan dalam belajar banyak yang tidak terpenuhi. Uang bulanan sekolah menjadi beban berat bagi orang tua sehingga tidak jarang yang setiap bulannya banyak yang belum bisa membayar uang bulanan sekolah. Keadaan semacam ini menyebabkan anak menjadi tidak bersemangat, merasa rendah diri dan anak akan mengalami kesulitan dalam belajarnya. Indikator keadaan ekonomi keluarga di antaranya dapat dilihat dari :
Penghasilan orang tua
Penghasilan orang tua juga mempunyai pengaruh terhadap belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya misal makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis, dan buku-buku. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika penghasilan orang tua mencukupi. Akan tetapi bila penghasilan orang tua pas-pasan kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya belajar anak terganggu. Dampak lain dari penghasilan orang tua yang kurang mungkin anak terpaksa harus bekerja mencari nafkah membantu orang tua walaupun sebenarnya anak belum saatnya untuk bekerja, hal seperti ini juga dapat menganggu belajar anak.
Kemampuan membayar uang bulanan sekolah
Faktor biaya merupakan faktor yang sangat penting karena belajar dan kelangsungannya sangat memerlukan biaya. Biaya yang dikeluarkan salah satunya untuk membayar uang bulanan sekolah. Bagi keluarga yang mampu uang bulanan bukanlah menjadi persoalan yang besar, tetapi bagi keluarga yang kurang mampu hal itu terasa berat karena untuk kebutuhan sehari-hari saja kurang sehingga tidak jarang banyak orang tua yang menunggak dalam pembayaran uang bulanan sekolah.
Pemenuhan kebutuhan belajar
Kegiatan belajar sangat memerlukan pemenuhan untuk kelangsungannya. Keberadaan peralatan seperti pensil, balpoint, penghapus, penggaris, buku pelajaran, buku tulis, LKS dan lain-lain sangat membantu kelancaran belajar anak. Kurangnya alat-alat itu akan menghambat kemajuan belajar anak. Bagi keluarga yang ekonominya berkecukupan hampir seluruh kebutuhan belajar anak dipenuhi, akan tetapi bagi keluarga yang kurang mungkin hanya sebatas pemenuhan buku tulis dan alat tulis karena terbentur masalah keuangan. Apapun kondisi orang tua hendaknya berusaha memenuhi kebutuhan belajar anak meskipun hanya secara sederhana. Dengan demikian keadaan ekonomi keluarga yang dapat menunjang belajar siswa di antaranya penghasilan orang tua yang cukup, kemampuan orang tua dalam membayar uang sekolah dan pemehuhan kebutuhan belajar anak yang memadai.
Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor lingkungan masyarakat meliputi :
Media massa
Media massa meliputi televisi, majalah, novel, Play Station (PS) dan buku-buku komik yang ada di sekitar siswa. “Media massa yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya media massa yang jelek juga berpengaruh tidak baik bagi siswa” (Slameto 2003:70). Berbagai macam media massa yang ada di sekitar siswa akan menghambat belajar apabila anak terlalu banyak waktu yang dipergunakan untuk menonton televisi dan main PS hingga lupa akan tugasnya belajar. Begitu juga bila anak terlalu banyak membaca buku-buku komik, majalah, novel menyebabkan malas untuk membaca buku pelajaran. Indikator media massa di antaranya meliputi :
Waktu nonton TV
Saat ini televisi bukan lagi barang yang mewah, hampir tiap rumah memiliki televisi. Berbagai tayangan ditampilkan dari pagi hingga tengah malam, mulai dari berita, hiburan, olahraga, dan sebagainya. Anak yang waktunya banyak digunakan untuk menonton televisi akan berpengaruh pada belajarnya, dia lebih suka menonton televisi sampai larut malam dari pada untuk belajar. Apabila hal ini terjadi bukan tidak mungkin siswa mempunyai prestasi yang rendah karena tidak pernah belajar.
Waktu main Play Station (PS)
Seiring dengan perkembangan zaman banyak alat-alat permainan elektronik yang ditawarkan salah satunya Play Station (PS). Sampai saat ini PS begitu digemari tidak hanya kalangan anak-anak bahkan orang dewasa tidak mau kalah. PS sebagai salah satu bentuk hiburan boleh-boleh saja dimainkan tetapi hanya sebagai selingan di kala kita penat. Akan tetapi bila PS menjadi semacam kebutuhan dan rutinitas dimana anak rela berjam-jam duduk di depan televisi, hal ini sangat disayangkan. Dampaknya siswa menjadi malas belajar, lupa makan, lupa mandi, dan kegiatan-kegiatan lain yang jauh lebih penting. Alangkah baiknya bila waktu yang digunakan untuk PS digunakan untuk mengerjakan tugas, olahraga atau belajar.
Teman bergaul
Teman bergaul merupakan teman sepermainan anak baik di sekolah maupun di luar sekolah. Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. “Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri anak, begitu juga sebaliknya teman bergaul yang buruk akan berpengaruh tidak baik bagi anak” (Slameto 2003:71). Begitu pula dengan waktu bermain. Seorang anak yang waktunya banyak digunakan untuk bermain dengan teman-temannya akan menjadikan anak malas untuk belajar karena sudah capek. Kewajiban orang tua adalah mengontrol waktu bermain anak dan mengawasi pergaulannya. Indikator teman bergaul di antaranya dapat dilihat dari :
Pendidikan teman
Teman bergaul mempunyai pengaruh yang besar dan lebih cepat masuk ke dalam jiwa anak. Apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah, maka ia akan malas belajar sebab cara hidup anak yang bersekolah berlainan dengan anak yang bersekolah. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari pihak orang tua.
Waktu bermain
Pada dasarnya setiap anak tidak bisa lepas dari kegiatan yang bernama bermain, karena hal itu sudah menjadi naluri seorang anak. Waktu bermain dengan teman di luar sekolah rata-rata tiga sampai empat jam sehari. Apabila anak setiap hari waktunya lebih banyak digunakan untuk bermain dengan teman-temannya akan menjadikan dia malas untuk belajar karena kondisi tubuh sudah capek setelah bermain. Oleh karena itu pengawasan dan pengontrolan orang tua diperlukan agar anak tidak terlalu banyak waktunya untuk bermain, tetapi anak mampu membagi waktu kapan waktu bermain, kapan harus belajar dan kapan waktu mengerjakan PR. Dengan demikian agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik dan waktu bermain yang terkendali.
Aktivitas siswa dalam masyarakat
Aktivitas dan pengalaman organisasi sangat penting untuk diikuti oleh siswa. Hal itu akan melatih dan membiasakannya berhadapan dengan orang lain. Kegiatan siswa dalam masyarakat juga dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa terlalu banyak mengikuti organisasi di masyarakat, hal ini dapat mengganggu belajarnya, lebih-lebih jika siswa tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Dalam hal ini orang tua harus mengawasi, agar kegiatan di luar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya.
Kerangka Berpikir
Pada hakikatnya “belajar merupakan proses perubahan atau pembaharuan perilaku sebagai akibat dari akumulasi pengalaman yang diperoleh siswa. atau kecakapan” (Suyanto dan Nurhadi 2000:18). Untuk mencapainya siswa melakukan aktivitas belajar dengan cara dan kemampuan masing-masing. Pada dasarnya setiap siswa mempunyai potensi yang sama untuk mencapai prestasi belajar yang baik. Namun kenyataannya bahwa tidak semua siswa dapat memperoleh prestasi sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan masing-masing siswa memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelegensi, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, bakat dan minat, tipe belajar yang terkadang sangat mencolok antara siswa yang satu dengan yang lain.
Dalam proses belajar terkadang siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya. Kesulitan belajar siswa biasanya tampak dari rendahnya prestasi yang diperoleh. Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor dari dalam diri siswa (intern) dan faktor dari luar diri siswa (ekstern). Faktor dari dalam diri siswa di antaranya faktor kesehatan, cacat tubuh, intelegensi, bakat dan minat, motivasi, dan tipe belajar siswa. Sedangkan faktor dari luar diri siswa di antaranya dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Gambar 1. Kerangka Berpikir
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada SMA N 6 Kupang di kelas X Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) selama 2 bulan yaitu bulan November sampai Desember tahun ajaran 2011/2012.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi
Populasi merupakan “keseluruhan subjek penelitian” (Arikunto 2006 : 130). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X di SMK N 6 Kupang tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 215 siswa dan terdiri dari 8 kelas yaitu kelas X Multimedia (MM), Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), Administrasi Perkantoran, Akuntansi, Rekayasa Piranti Lunak (RPL)
Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti . Menurut Arikunto (2003: 125) “Jika jumlah subjek dalam populasi hanya meliputi antara 100 sampai 150 orang dan dalam pengumpulan data menggunakan angket, sebaiknya subjek sejumlah itu diambil seluruhnya”.
Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian dari seluruh siswa kelas X jurusan Teknik Komputer dan Jaringan maka diambil satu kelas sebagai sampel dalam penelitian dengan jumlah 36 siswa.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah random
sampling yaitu tiap-tiap individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel (Hadi, 1988: 223). Sedangkan cara untuk merandomisasi memakai cara ordinal, yaitu menyusun subyek dalam satu daftar dan mengambil mereka yang akan ditugaskan kedalam sampel.
Variabel Penelitian
Variabel adalah “ objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian” (Arikunto 2006 : 118). Variabel yang di gunakan dalam penelitian kesulitan belajar mata pelajaran Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Informasi (KKPI) adalah :
Faktor Internal (X1) dengan indikator :
Kesehatan fisik
Cacat tubuh
Inteligensi
Bakat dan minat
Motivasi
Tipe belajar siswa
Kebiasaan Belajar
Faktor Eksternal (X2) dengan indikator :
Lingkungan Sekolah dengan indikator :
Guru
Sarana dan Prasarana
Kondisi gedung
Kurikulum
Waktu sekolah
Disiplin Sekolah
Dari lingkungan keluarga dengan indikator :
Orang tua
Suasana rumah
Keadaan ekomoni keluarga
Dari lingkungan masyarakat dengan indikator :
Media masa
Teman Bergaul
Aktivitas siswa dalam mayarakat
Teknik pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data untuk proses penelitian (Arikunto 2006 :222). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
Angket atau kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal hal yang ia ketahui (Arikunto 2006 : 151)
Angket pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini berupa angket tertutup dimana jawabanya sudah tersedia, sehingga responden tinggal memilih alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Dokumentasi
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh nilai raport siswa kelas X TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) SMK N 6 Kupang
Uji Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto 2006 : 160). Uji instrumen dilaksanakan pada siswa kelas X TKJ (teknik komputer dan jaringan) di SMK N 6 Kupang sebanyak 36 orang kemudian di uji validitas dan reliabilitasnya
Validitas
validitas adalah “ suatu ukuran yang menunjukkan tingkat tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen ( Arikunto 2006:168). Dalam penelitian ini pengukuran validitas diukur dengan menggunakan bentuk metode statistik korelasi product moment yang di kemukakan oleh Pearson yaitu :
rxy= (N∑XY-(∑x)(∑y))/√({N∑▒〖X^2-(∑x^2 ){N∑▒〖Y^2-(∑y^2)}〗〗)
Keterangan
Rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dan y
N = Jumlah responden
∑X = Skor item angket
∑Y = Skor total angket
∑YX = jumlah perkalian antara skor item dengan skot tabel
∑X2 = jumlah kuadrat skor item
∑Y2 = jumlah kudrat skor total
Selanjutnya dalam rangka uji coba validitas instrument, angket dibagi kepada 36 siswa kelas X program keahlihan teknik komputer dan pemrograman.
Setelah diketahui nilai dari masing-masing koefisien yang berdasarkan faktor atau varibel tersebut, maka hasil perhitungan itu di konsultasikan dengan r Product Moment dari karl Pearson. Berdasarkan r tabel, maka untuk N = 36 dengan tarif kesalahan 5 %, nilai rtabel = 0,329 %.
Reliabilitas
Realibilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa “ sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik” (Arikunto 2006 : 176)
Salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode angket tertutup. Untuk itu metode yang tepat untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus alpha.
r_11=[k/((k-1) )][1- (∑σ_b^2)/(σ_t^2 )]
Keterangan :
r11 : rehabilitas instrumen
K : banyaknya pertanyaan
∑σ_b^2 : jumlah varian butir
σ_b^2 : varian total
Sedangkan rumus varian adalah :
Dan rumus varian total adalah
Harga r11 yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan harga kritik Produck Moment dengan ketentuan r11 > rtabel maka dapat dikatakan reliabel, dengan α=5%
Teknik Analisis Data
Analisis data diperlukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan penelitian sesuai dengan tujuan yang ditetapkan peneliti. Setelah data terkumpul lengkap, kemudian dianalisis. Sehingga akan menghasilkan kesimpulan yang dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya.
Ada 3 langkah yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian , yaitu : persiapan, tabulasi dan penetapan data terpercaya(Arikunto, 1999 : 170).
Pada tahap persiapan yang harus dilakukan adalah :
a. Mengecek kelengkapan indentitas responden
b. Mengecek kelengkapan data instrumen
c. Mengecek kelengkapan isian data
Pada tahap tabulasi yang harus dilakukan adalah :
1. Memberi skor padsa item-item angket
2. Mengubah jenis data dari kualitatif ke kuantitatif
3. Menghitung keseluruhan skor
Pada tahap penerapan data, terknik analisis yang digunakan adalah teknik
analisis deskriftif persentase. Teknik ini digunakan untuk mengetahui faktor-
faktor kesulitan belajar siswa dalam kompetensi Ketrampilan Komputer dan Pengolahan Informasi(KKPI).
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1. Meneliti hasil isian apakah angket telah lengkap atau belum
2. Memberi skor masing-masing jawaban siswa.
3. Memasukkan penjumlahan skor berdasarkan kolom dan baris
4. Menetapkan kriteria ideal
5. Memasukkan jumlah skor tiap siswa kedalam rumus persentase
Rumus yang digunakan (menurut Suharsimi Arikunto, 1998 : 245) adalah :
% = n/N x 100%
Keterangan :
n = Skor observasi yang dicapai
N = Skor ideal
% = Tingkat persentase yang diperoleh
Penentuan kriteria skor dilakukan per sub variabel (Rahman, 1996 : 29) dengan patokan sebagai berikut:
Skor tertinggi (St) = 4 x ∑ item soal x N
Skor terendah(Sr) = 1 x ∑ item soal x N
Rentang skor = St – Sr = …
Interval = Rentang skor : 4 = …
% tertinggi = ( 4 : 4) x 100% = 100%
% terendah = (1 : 4) x 100% = 25%
Rentang skor = 100% - 25% = 75 %
Interval % = 75% : 4 = 18,75%
Tabel 1. Teknik analisis data
Rentang Persentase Kategori
……< Sekor < (st) 81,25% < Sekor < 100% Sangat Tidak menghambat ……< Sekor < …… 62,50% < Sekor < 81,25% Tidak Menghambat ……< Sekor < …… 43,75% < Sekor < 62,50% Menghambat (sr)< Sekor < …… 25% < sekor < 43,75% Sangat menghambat DAFTAR PUSTAKA Abdillah, Husin. (2002). Pengertian Belajar dari Berbagai Sumber. Online, tersedia : http://husniabdillah.multiply.com/journal/item/9 Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. rineka Cipta Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. 1998. Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta ................... 2002. Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta .................... 2006. Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Pontianak: Alfabeta Baharuddin, H & Wahyuni, E. Nur. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jokjakarta: AR-Ruzz Madia Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. Dimyati dan Mudjiono (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Fudyartanto, Ki RBS. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Jogjakarta: Global Pustaka Ilmu Ichsan, M. 1988. Pendidikan Kesehatan dan Olah Raga. Jakarta: Depdikbud. Kosasi, Raflis dan Soetjipto. 2006. Profesi Kegurua. Jakarta: Rineka Cipta Mardalis.2009. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta.PT. Bumi Aksara Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Soekamto, T & Winataputra U.S. 1997. Teori belajar & model – model pembelajaran. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud. Suyanto & Abbas, M.S. 2001. Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak bangsa. Yokyakarta: Adicipta Karya Nusa Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Ilmiah. Bandung. Alfabeta Surakhman, Winarno. Ed. 2004. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: PT. Tarsito Bandung. Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada perilaku dan prestasi siswa. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
0 comments:
Posting Komentar